Konsep Analisis Framing
Gamson dan Mondigliani (dalam Sobur,
2002:162) menyebut framing sebagai kemasan (package) yang mengandung
konstruksi makna atas peristiwa yang akan diberitakan. Frame atau bingkai merupakan
ide-ide yang terorganisir dengan suatu pola sehingga menghasilkan konstruksi
makna tertentu akan suatu peristiwa. Media menggunakan framing untuk membantu
khalayak memahami makna suatu peristiwa melalui serangkaian proses penonjolan,
seleksi, atau pengumpulan aspek tertentu dari peristiwa tersebut. Todd Gitlin
(Eriyanto, 2005:67) menyatakan bahwa framing adalah sebuah strategi bagaimana
realitas atau dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk
ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam
pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca melalui
proses seleksi, pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari
realitas.
Framing
dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan psikologis dan sosiologis.
Dari sudut psikologis, framing merupakan strategi wartawan untuk menarik
perhatian khalayak dengan memanfaatkan kondisi psikologisnya melalui cara
penulisan pesan yang mencolok atau menyoroti aspek tertentu dari suatu peristiwa.
Berita-berita mengenai sosialisasi kebijakan baru pemerintah biasanya diawali
dengan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat, kemudian menampilkan
kebijakan baru tersebut sebagai solusi dari permasalahan tersebut sehingga
khalayak cenderung bersikap positif terhadap kebijakan itu. Dari segi
sosiologis, framing menghasilkan berita sebagai sebuah institusi sosial yang
memiliki keterikatan dengan institusi lainnya. Bingkai media merupakan skema
interpretasi yang dijadikan acuan oleh khalayak dalam membentuk penafsiran atas
realitas yang dialaminya.
Kedua pendekatan ini menampilkan
framing sebagai suatu proses persuasi yang dilakukan oleh media untuk
mempengaruhi pemaknaan khalayak atas suatu peristiwa atau isu melalui sisi
psikologis secara individual maupun sisi sosiologis secara kolektif.
Proses Framing
Tahap awal framing tidak dilakukan
oleh media. Manusia memiliki kemampuan untuk menafsirkan realitas yang terjadi
di sekitarnya berdasarkan frame of reference dan field of
experience yang dimilikinya.
Eriyanto (2005) menyatakan, ada
empat hal yang dilakukan manusia ketika menyusun bingkai konstruksi realitasnya
sendiri, yaitu:
1. Simplifikasi
Manusia
cenderung memandang segala peristiwa melalui kerangka berpikir yang sederhana,
sesuai dengan tingkat kemampuan berpikirnya. Seiring dengan bertambahnya usia,
pengetahuan, dan pengalaman, manusia akan memandang dunia secara lebih beragam.
Namun tetap saja proses pemahaman realitas akan dilakukan secara sederhana.
2.
Klasifikasi
Manusia
menyadari bahwa dunia terdiri dari berbagai hal, sehingga secara psikologis
manusia akan memisahkan hal-hal tersebut ke dalam beberapa kategori untuk
memudahkan proses pemahaman. Manusia melekatkan ciri-ciri tertentu pada sebuah
kategori tertentu, sehingga segala peristiwa yang terjadi dapat terlihat
perbedaan-perbedaannya.
3.
Generalisasi
Klasifikasi
membantu manusia melihat ciri-ciri peristiwa atau individu. Generalisasi
merupakan kelanjutan dari proses tersebut, yang pada akhirnya membatasi
ciri-ciri yang berdekatan atau mirip pada ciri-ciri yang didapat pada
klasifikasi. Hal ini dapat menghasilkan prasangka.
4.
Asosiasi
Suatu
peristiwa tidak hanya diidentifikasi atau dipahami, tetapi selanjutnya
dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa lain. Keragaman dunia dianggap memiliki
keterkaitan satu dengan lainnya.
Aditjondro
(dalam Sobur, 2002:165-166) menyatakan bahwa proses framing tidak hanya
melibatkan para pekerja pers (reporter, redaktur, editor, sampai bagian
desain/kreatif), tetapi juga pihak-pihak yang bersengketa dalam kasus-kasus
tertentu yang masing-masing berusaha menampilkan sisi-sisi informasi yang ingin
ditonjolkannya (sambil menyembunyikan sisi-sisi lain), dan mengaksentuasikan
kesahihan pandangannya dengan mengacu pada pengetahuan, ketidaktahuan, dan perasaan
para pembaca. Proses framing menjadikan media massa sebagai arena di
mana informasi tentang masalah tertentu diperebutkan dalam suatu perang
simbolik antara berbagai pihak yang sama-sama menginginkan pandangannya
didukung pembaca.
Efek Framing
Eriyanto (2005) menyatakan bahwa
efek paling mendasar framing adalah menyajikan realitas sosial yang kompleks,
penuh dimensi, dan tidak beraturan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana,
beraturan, dan memenuhi logika tertentu. Framing memiliki dua wajah yang ditampilkan
dalam cara kerjanya sebagai berikut:
1.
Menonjolkan
aspek tertentu dan mengaburkan aspek yang lain
2.
Menampilkan
sisi tertentu dan melupakan sisi yang lain
3.
Menampilkan
aktor tertentu dan menyembunyikan aktor yang lainnya
Efek dengan
skala lebih besar adalah mobilisasi massa. Framing memberikan definisi tertentu
atas realitas yang dijadikan acuan khalayak dalam memaknai peristiwa atau isu
di sekitarnya, atau dengan kata lain framing mampu membentuk opini publik.
Khalayak seakan digiring menuju satu perspektif tertentu dan tidak ada
alternatif pandangan yang lain. Akibatnya, framing kerap disalahgunakan menjadi
alat untuk menutupi kesalahan atau menimpakan kesalahan pada pihak lain.
Framing
dapat pula ditunjukkan oleh cara penulisan atau tampilan berita yang dramatis
oleh media, sehingga khalayak hanya akan mengingat bagian-bagian berita yang
menarik perhatian mereka. Bagian-bagian inilah yang dijadikan referensi oleh
khalayak dalam melakukan simplifikasi atas realitas yang terjadi untuk lebih
mudah memahami realitas tersebut. Bentuk framing tidak hanya berupa tulisan,
tetapi tampilan visual seperti foto atau gambar kerap digunakan untuk
mempengaruhi khalayak. L. M. Scott dalam Severin dan Tankard (2005) menyatakan
bahwa gambar bukan hanya gambaran nyata dari suatu realitas, tetapi juga alat
pembawa daya tarik emosional.
DAFTAR
PUSTAKA
- Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. 2002. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
- Eriyanto. Analisis Wacana. 2001. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
- Sobur, Alex. Analisis Teks Media. 2002. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
- Severin, Werner J. dan James W. Tankard Jr. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa. 2005. Jakarta: Prenada Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar