Rabu, 12 Desember 2012

Contoh Teori Komunikasi 1


Konsep Analisis Framing


Gamson dan Mondigliani (dalam Sobur, 2002:162) menyebut framing sebagai kemasan (package) yang mengandung konstruksi makna atas peristiwa yang akan diberitakan. Frame atau bingkai merupakan ide-ide yang terorganisir dengan suatu pola sehingga menghasilkan konstruksi makna tertentu akan suatu peristiwa. Media menggunakan framing untuk membantu khalayak memahami makna suatu peristiwa melalui serangkaian proses penonjolan, seleksi, atau pengumpulan aspek tertentu dari peristiwa tersebut. Todd Gitlin (Eriyanto, 2005:67) menyatakan bahwa framing adalah sebuah strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca melalui proses seleksi, pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari realitas.
Framing dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan psikologis dan sosiologis. Dari sudut psikologis, framing merupakan strategi wartawan untuk menarik perhatian khalayak dengan memanfaatkan kondisi psikologisnya melalui cara penulisan pesan yang mencolok atau menyoroti aspek tertentu dari suatu peristiwa. Berita-berita mengenai sosialisasi kebijakan baru pemerintah biasanya diawali dengan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat, kemudian menampilkan kebijakan baru tersebut sebagai solusi dari permasalahan tersebut sehingga khalayak cenderung bersikap positif terhadap kebijakan itu. Dari segi sosiologis, framing menghasilkan berita sebagai sebuah institusi sosial yang memiliki keterikatan dengan institusi lainnya. Bingkai media merupakan skema interpretasi yang dijadikan acuan oleh khalayak dalam membentuk penafsiran atas realitas yang dialaminya.
Kedua pendekatan ini menampilkan framing sebagai suatu proses persuasi yang dilakukan oleh media untuk mempengaruhi pemaknaan khalayak atas suatu peristiwa atau isu melalui sisi psikologis secara individual maupun sisi sosiologis secara kolektif.
Proses Framing
Tahap awal framing tidak dilakukan oleh media. Manusia memiliki kemampuan untuk menafsirkan realitas yang terjadi di sekitarnya berdasarkan frame of reference dan field of experience yang dimilikinya.
Eriyanto (2005) menyatakan, ada empat hal yang dilakukan manusia ketika menyusun bingkai konstruksi realitasnya sendiri, yaitu:
1.                 Simplifikasi
Manusia cenderung memandang segala peristiwa melalui kerangka berpikir yang sederhana, sesuai dengan tingkat kemampuan berpikirnya. Seiring dengan bertambahnya usia, pengetahuan, dan pengalaman, manusia akan memandang dunia secara lebih beragam. Namun tetap saja proses pemahaman realitas akan dilakukan secara sederhana.
2.                  Klasifikasi
Manusia menyadari bahwa dunia terdiri dari berbagai hal, sehingga secara psikologis manusia akan memisahkan hal-hal tersebut ke dalam beberapa kategori untuk memudahkan proses pemahaman. Manusia melekatkan ciri-ciri tertentu pada sebuah kategori tertentu, sehingga segala peristiwa yang terjadi dapat terlihat perbedaan-perbedaannya.
3.                  Generalisasi
Klasifikasi membantu manusia melihat ciri-ciri peristiwa atau individu. Generalisasi merupakan kelanjutan dari proses tersebut, yang pada akhirnya membatasi ciri-ciri yang berdekatan atau mirip pada ciri-ciri yang didapat pada klasifikasi. Hal ini dapat menghasilkan prasangka.
4.                  Asosiasi
Suatu peristiwa tidak hanya diidentifikasi atau dipahami, tetapi selanjutnya dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa lain. Keragaman dunia dianggap memiliki keterkaitan satu dengan lainnya.
Aditjondro (dalam Sobur, 2002:165-166) menyatakan bahwa proses framing tidak hanya melibatkan para pekerja pers (reporter, redaktur, editor, sampai bagian desain/kreatif), tetapi juga pihak-pihak yang bersengketa dalam kasus-kasus tertentu yang masing-masing berusaha menampilkan sisi-sisi informasi yang ingin ditonjolkannya (sambil menyembunyikan sisi-sisi lain), dan mengaksentuasikan kesahihan pandangannya dengan mengacu pada pengetahuan, ketidaktahuan, dan perasaan para pembaca. Proses framing menjadikan media massa sebagai arena di mana informasi tentang masalah tertentu diperebutkan dalam suatu perang simbolik antara berbagai pihak yang sama-sama menginginkan pandangannya didukung pembaca.
Efek Framing
Eriyanto (2005) menyatakan bahwa efek paling mendasar framing adalah menyajikan realitas sosial yang kompleks, penuh dimensi, dan tidak beraturan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana, beraturan, dan memenuhi logika tertentu. Framing memiliki dua wajah yang ditampilkan dalam cara kerjanya sebagai berikut:
1.                  Menonjolkan aspek tertentu dan mengaburkan aspek yang lain
2.                  Menampilkan sisi tertentu dan melupakan sisi yang lain
3.                  Menampilkan aktor tertentu dan menyembunyikan aktor yang lainnya
Efek dengan skala lebih besar adalah mobilisasi massa. Framing memberikan definisi tertentu atas realitas yang dijadikan acuan khalayak dalam memaknai peristiwa atau isu di sekitarnya, atau dengan kata lain framing mampu membentuk opini publik. Khalayak seakan digiring menuju satu perspektif tertentu dan tidak ada alternatif pandangan yang lain. Akibatnya, framing kerap disalahgunakan menjadi alat untuk menutupi kesalahan atau menimpakan kesalahan pada pihak lain.
Framing dapat pula ditunjukkan oleh cara penulisan atau tampilan berita yang dramatis oleh media, sehingga khalayak hanya akan mengingat bagian-bagian berita yang menarik perhatian mereka. Bagian-bagian inilah yang dijadikan referensi oleh khalayak dalam melakukan simplifikasi atas realitas yang terjadi untuk lebih mudah memahami realitas tersebut. Bentuk framing tidak hanya berupa tulisan, tetapi tampilan visual seperti foto atau gambar kerap digunakan untuk mempengaruhi khalayak. L. M. Scott dalam Severin dan Tankard (2005) menyatakan bahwa gambar bukan hanya gambaran nyata dari suatu realitas, tetapi juga alat pembawa daya tarik emosional.

DAFTAR PUSTAKA
  • Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. 2002. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
  • Eriyanto. Analisis Wacana. 2001. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
  • Sobur, Alex. Analisis Teks Media. 2002. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
  • Severin, Werner J. dan James W. Tankard Jr. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa. 2005. Jakarta: Prenada Media.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar